meningkat sedangkan pasien dengan kadar trigliserida normal memiliki kadar kreatinin normal. Hasil uji statistik dengan metode Mann Whitney menunjukan p
Background Diabetes mellitus DM is a metabolic disease which characterized by hyperglycemia due to abnormalities insulin secretions, insulin performance, or both of them. The condition of insulin resistance in DM type 2 causes chronic complications such as diabetic nephropathy. It has become the second leading cause of end-stage kidney disease, and one of the most common and demaging complication of diabetes. The level of creatinine in blood is one of the parameters used to assess renal function, as in the plasma concentration and excretion in the urine within 24 hours. Serum creatinine levels greater than the normal value suggests an impaired renal function. Objective The purpose of this study was to determine serum creatinine levels in patients with DM type 2 in Sanglah General Hospital Denpasar. Methods The method uses an analytical study with description, used accidental sampling methods, involving 30 patients with DM type 2. Blood samples were analyzed for creatinine levels and data are presented as table. The reslts of this study showed that 60% samples had high levels of serum creatinine, 30% samples had normal levels serum creatinine, and 10% samples had low levels serum creatinine. From the result was concluded, most patients with DM type 2 in Sanglah Genaral Hospital have highly serum creatinine levels. Keywords creatinine serum, DM type 2 To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Pada sampel pasien diabetes mellitus yang diteliti terdapat peningkatan kadar rerata kreatinin yaitu sebesar 1,8 mg/dl hal ini lebih besar daripada kadar normal yaitu sebesar 09-1,3 mg/dl pada laki-laki dan 0,6-1,1 mg/dl pada perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian lain dimana dari 30 sampel penderita diabetes mellitus terdapat 9 pasien dengan kadar kreatinin normal 30%, 18 orang pasien memiliki kadar kreatinin tinggi 60%, dan 3 orang pasien dengan kadar kreatinin rendah 10% [24]. Mikroalbumiuria sering dikenal sebagai proteinuria, merupakan konsekuensi kronis dari diabetes yang mendahului peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien DM. ...... Kadar kreatinin yang tinggi dan rendah dalam darah menjadi indikator penting dalam menentukan apakah seseorang mengalami gangguan fungsi ginjal. Pemeriksaan melalui serum kreatinin pada penderita Diabetes Mellitus dapat menggambarkan perjalanan penyakit diabetes yang sudah mengalami komplikasi gagal ginjal Padma et al., 2017 Diabetes Mellitus DM adalah gangguan metabolisme kronis yang disebabkan oleh pankreas yang tidak memproduksi insulin sesuai kebutuhan, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkannya secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan gula darah, sehingga terjadi peningkatan gula darah hiperglikemia. ...Asri JumadewiRahmayanti RahmayantiFarah FajarnaWiwik Emmi KrisnawatiBackground Diabetes mellitus type 2 DMT2 is the most common type of diabetes and affects more than 90% of people with diabetes. Increasing age causes changes in carbohydrate metabolism and insulin release, which is influenced by blood sugar and inhibits the release of sugar into cells because it is influenced by insulin. The risk of diabetes mellitus increases with age, especially at 40 years and above. It happens because of the increase in sugar intolerance in people aged 40 and This study aims to determine the description of serum creatinine levels in patients with type 2 diabetes mellitus at the age of 40 years and The research design is cross-sectional with inclusion criteria, namely DMT2 patients aged 40 years and above, and conducting examinations at the Prodia clinical laboratory, Banda Aceh branch, from January to May 2022. Samples were taken by accidental sampling, totaling 59 people. Data were collected by interview and laboratory examination to measure creatinine levels using the automatic analyzer method. The reference value for serum creatinine examination in men is 0,7-1,3 mg/dl and in women 0,6-1,1 mg/dl. Data analysis was done DMT2 patients aged 40 years and above were predominantly male 55,9%, and the frequency based on age range was mainly between 56-65 years 37,3%. As many as 16,9% of DMT2 patients aged 40 years and over had increased serum creatinine levels, although there were also 83,1% normal creatinine DMT2 patients aged 40 years and above are dominant in men compared to women; the increase in creatinine levels do not show such a high investigations include 548 diabetes mellitus patients of which 311 were male and 237 were female patients. Type 2 nephropathy patients totalled 353 of which 196 were males and 157 were females. Mean age at diagnosis of type 2 nephropathy patients was years. Mean body mass index BMI estimated in type 2 nephropathy patients was Kg/m 2. Biochemical evaluations in type 2 nephropathy patients was as follows mean blood urea mean serum creatinine mean blood glucose level potassium Mmol/Lit and mean sodium was Lit. Microalbuminuria was found in and the remainder had macroalbuminuria. Secondary diseases associated with diabetic nephropathy in type-2 nephropathy were retinopathy, hypertension, diabetic foot and neuropathy. The highest percentage of type 2 nephropathy type2N patients were those who had no school education and the lowest percentage was of those who had education of university level. As far as socioeconomic status was concerned, the highest percentage of type2N patients was of skilled personals. Calculated coefficient of inbreeding F for type2N patients was A. AlfonsoArthur E. MonganMaya F. MemahChronic kidney disease is a pathophysiology process with various etiology, causing a progressive decline on kidney function, and in general ends with kidney failure stage 5. For the last forty years, creatinine serum had been the most common and affordable detection serum to measure kidney performance. The amount of creatinine serum is increased on non-dialysis chronic kidney disease patients. Approximately, 57% of non-dialysis chronic kidney disease patients have 7-12 mg/dL creatinine level. Research objective To understand the description of creatinine serum level on non-dialysis chronic kidney disease patients. Research method Cross sectional descriptive, to obtain the data of creatinine serum on non-dialysis chronic kidney disease patients carried out on December 2015 – January 2016 at two hospitals, which are RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado and Rumah Sakit Advent Manado. The research sample were the blood sample from 35 people suffering a stage five non dialysis chronic kidney disease, which determined by consecutive sampling from non-probability sampling model. Result Based on the laboratory result, the 35 patients diagnosed with a stage five non dialysis chronic kidney disease are undergoing an increase on creatinine serum 100%. Conclusion Based on the research result, it can be concluded that the increase of creatinine level is occurred on stage five non dialysis chronic kidney disease creatinine serum, stage five chronic kidney disease, Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal stadium 5. Selama 40 tahun terakhir, kreatinin serum telah menjadi petanda serum paling umum dan murah untuk mengetahui fungsi ginjal. Kadar kreatinin serum meningkat pada pasien gagal ginjal non dialisis. Sekitar 57% dari pasien gagal ginjal non dialisis memiliki kadar kreatinin 7-12 mg/dL. Tujuan Penelitian untuk mengetahui gambaran kadar kreatinin serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis. Metode Penelitan deskriptif cross sectional, untuk mendapatkan data tentang kadar kreatinin serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis yang dilakukan sejak Desember 2015-Januari 2016 di dua rumah sakit yaitu RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan Rumah Sakit Advent Manado. Sampel penelitian adalah sampel darah dari 35 orang yang menderita penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis ditentukan dengan cara non-probability sampling jenis consecutive sampling. Hasil Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan, terdapat 35 pasien yang terdiagnosis penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis mengalami peningkatan kadar kreatinin serum 100%. Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non kunci kreatinin serum, penyakit ginjal kronik stadium 5, non dialysisMengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan Solusi HerbalH R HasdianahHasdianah, 2012. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta Nuha MedikaS A PriceL M WilsonPrice, dan Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol 2. Jakarta EGCHubungan Kadar Kreatinin Serum Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud DrN D MaharaMahara, 2016. Hubungan Kadar Kreatinin Serum Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud Dr. Sayidiman Kabupaten h% diakses tanggal 22 November Lama Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Nefropati Diabetika Studi Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi SemarangA A Y PratamaPratama, 2013. Korelasi Lama Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Nefropati Diabetika Studi Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. Jurnal Media Medika Muda 11-7S C SmeltzerSmeltzer, 2014. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12. Jakarta EGCMetodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Cetakan KeduaS NotoatmodjoNotoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Cetakan Kedua. Jakarta Rineka Ureum dan Kreatinin Serum Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Menjalani Jadwal Hemodialisa di RSUD Sanjiwani GianyarD G A SuryawanSuryawan, 2016. Gambaran Ureum dan Kreatinin Serum Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Menjalani Jadwal Hemodialisa di RSUD Sanjiwani Gianyar. Meditory 42 Lama Diabetes Melitus Dengan Terjadinya Gagal Ginjal Terminal Di Rumah Sakit DrQau SahidSahid, QAU. 2012. Hubungan Lama Diabetes Melitus Dengan Terjadinya Gagal Ginjal Terminal Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta [skripsi].Olehkarena itu, peningkatan kadar kreatinin dapat menjadi salah satu penanda terganggunya fungsi ginjal atau terjadinya penyakit ginjal. Peningkatan kadar kreatinin ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : Gagal ginjal. Darah tinggi atau hipertensi.
Background People with Type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia continue to increase in prevalence. Understanding of complications due to this disease, one of which is diabetic nephropathy or damage to kidney nephrons. Objective To determine the relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Method This study was an observational experiment using a cross sectional approach based on secondary data. The research was carried out in February to April 2020. The population of this research study is a member of Prolanis Chronic Disease Management Advanced Program in Gamping 1 Puskesmas Sleman Yogyakarta. Sample with 24 patients. Analysis of data using the Spearman’s test. Results From the results of the normality test using the Shapiro Wilk test data obtained were not normally distributed so that continued with the Spearman rank test obtained r of and p values with sig. 2-tailed of or> H0 received. This means that there is no relationship between HbA1c levels and blood creatinine levels in patients with type 2 DM. Conclusion There is no relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PUINOVAKESMAS No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 ISSN 2746-7430 Online 84 puinovakesmas Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 Putri Nur Cahyani a,, 1*, Atik Martsiningsih a, 2, Budi Setiawan a,b, 3 a Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl Ngadinegaran MJIII No 62 Yogyakarta 55141 b PUI Novakesmas, Jl Tata Bumi No 3 Sleman 55293 1 pcahyani26 atikskripsikti20 *korespondensi penulis Sejarah artikel Diterima Revisi Dipublikasikan 5 Maret 2021 7 Maret 2021 8 Maret 2021 Latar Belakang Prevalensi Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia terus meningkat. Pengertian komplikasi akibat penyakit ini, salah satunya adalah nefropati diabetik atau kerusakan nefron ginjal. Tujuan Untuk mengetahui hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Metode Penelitian ini merupakan eksperimen observasional dengan pendekatan cross sectional berdasarkan data sekunder. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2020. Populasi penelitian ini adalah anggota Prolanis Program Lanjutan Penanggulangan Penyakit Kronis di Gamping 1 Puskesmas Sleman Yogyakarta. Sampel dengan 24 pasien. Analisis data menggunakan uji Spearman. Hasil Dari hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk test diperoleh data tidak berdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji rank spearman diperoleh r sebesar -0,006 dan nilai p dengan sig. 2-tailed 0,961 atau> 0,05 H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Kesimpulan Tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Kata kunci Diabetes Mellitus Tipe 2 Glukosa darah HbA1c Kreatinin Key word Type 2 Diabetes Mellitus Blood glucose HbA1c Creatinine The relationship of HbA1c levels with creatinin levels in Diabetes Mellitus Type 2 patients. Background People with Type 2 Diabetes Mellitus in Indonesia continue to increase in prevalence. Understanding of complications due to this disease, one of which is diabetic nephropathy or damage to kidney nephrons. Objective To determine the relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Method This study was an observational experiment using a cross sectional approach based on secondary data. The research was carried out in February to April 2020. The population of this research study is a member of Prolanis Chronic Disease Management Advanced Program in Gamping 1 Puskesmas Sleman Yogyakarta. Sample with 24 patients. Analysis of data using the Spearman’s test. Results From the results of the normality test using the Shapiro Wilk test data obtained were not normally distributed so that continued with the Spearman rank test obtained r of and p values with sig. 2-tailed of or> H0 received. This means that there is no relationship between HbA1c levels and blood creatinine levels in patients with type 2 DM. Conclusion There is no relationship between HbA1c levels and creatinine levels in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. ISSN 2746-7430 PUINOVAKESMAS 85 No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 Cahyani Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 This is an openaccess article under the CC–BY-SA license. Pendahuluan Prevalensi dari penyakit Diabetes Mellitus DM semakin meningkat terutama di negara yang sedang berkembang Arisman, 2008. Pada tahum 2024 penderita diabetes diprediksi mencapai 692 juta jiwa. Angka ini berdasarkan catatan International Diabetes Federation IDF pada 2015 yang menyebut jumlah penderita diabetes mencapai 415 juta jiwa, kemudian pada tahun 2017 mencapai 425 juta. Di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Riskesdas dari tahun 2013 hingga 2018 prevalensi Diabetes Melitus DM meningkat dari menjadi %, yang artinya terdapat juta penduduk menderita DM. Penyakit Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan, namun kadar glukosa dalam darah dapat dikendalikan agar tetap pada ambang batas normal. Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan diabetes yang prevalensinya tinggi. Diabetes tipe 2 ini dapat terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat, selain dari faktor keturunan, DM tipe 2 berkembang sangat lambat dan tidak mutlak memerlukan suntikan insulin karena pankreasnya masih menghasilkan insulin. Tipe DM ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi diantaranya komplikasi pada syaraf, koma hiperglikemi, koma hipoglikemi, komplikasi pada mata, luka yang sulit sembuh, dan komplikasi pada ginjal. Penderita diabetes mellitus mempunyai kecenderungan menderita nefropati 17 kali lebih sering dibandingkan dengan orang non-diabetik. Kerusakan pada ginjal tersebut dapat didiagnosa dengan pemeriksaan tes fungsi ginjal, salah satunya adalah pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Pemeriksaan kreatinin ini, sangat membantu kebijakan melakukan terapi pada penderita gangguan fungsi ginjal. Kadar normal dari kreatinin adalah 0,05 dan kadar kreatinin dengan signifikansi = 0,000 0,05 H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Menurut analisis statistik yang dilakukan data pada penelitian ini tidak normal, dilihat dari nilai kadar HbA1c dengan signifikansi = 0,458 >0,05 dan kadar kreatinin dengan signifikansi = 0,000 0,05 H0 diterima. Artinya tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Apabila mengacu pada analisis statistik tersebut tidak adanya hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah diakibatkan karena penderita DM Tipe 2 yang menjadi sampel dala penelitian ini melakukan kontrol HbA1c dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan rutin melakukan pemeriksaan glukosa darah setiap bulan dan melakukan medical check up setiap 6 bulan sekali untuk diukur kadar HbA1c, kreatinin darah, ureum darah, kolesterol total, HDL - kolesterol, LDL - kolesterol, trigliserida, mikroalbumin kuantitatif, dan pemeriksaan urin. Dengan rutin melakukan medical check up tersebut maka dapat dilakukan kontrol terhadap penderita. Penderita DM Tipe 2 tersebut juga selalu rutin mengkonsumsi obat - obatan diantaranya Metformin dan Glimepirid sehingga glukosa darah dapat dikontrol dengan baik. Apabila dilakukan kontrol HbA1c yang baik maka kemungkinan terjadinya komplikasi ginjal atau nefropati diabetik dapat diminimalisir. Karena dengan terkontrolnya glukosa dalam darah maka kerja dari ginjal tidak menjadi berat dan dapat terjadi kerusakan pada nefron apabila hal tersebut terjadi secara terus - menerus. Dibuktikan dengan penelitian ini bahwa kegiatan prolanis untuk mengontrol kadar gula darah secara rutin dapat meminimalisir adanya kejadian nefropati diabetik. Hasil dari penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Vithiavathi Sivasubramanian, Karthik Jetty, S. Senthil Kumar 2019. Yang menunjukkan adanya korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita DM tipe 2. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor diantaranya wilayah penelitian yang berbeda yaitu di India dan di Indonesia. Subyek yang dipilih oleh peneliti juga berbeda kriterianya. Subyek yang diambil oleh peneliti adalah kelompok anggota prolanis yang sudah ISSN 2746-7430 PUINOVAKESMAS 91 No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 Cahyani Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dikontrol setiap bulan. Sedangkan hasil dari penelitian ini sama dengan penelitian milik Fernando Ferino 2017. Yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah. Kelemahan dari penelitian ini adalah perlunya ditambahkan parameter lain untuk pemeriksaan tes fungsi ginjal agar benar - benar didapatkan hasil yang akurat mengenai adanya kerusakan ginjal atau komplikasi nefropati diabetik. Parameter lain tersebut diantaranya ureum, mikroalbumin urin, dan kreatinin urin untuk tes fungsi ginjal. Penelitian ini dilakukan saat adanya pandemi Covid-19 sehingga dalam pelaksanaannya kurang maksimal. Kesimpulan Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar HbA1c dengan kadar kreatinin darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Perlu dilakukan penelitian kelanjutan dengan parameter lain yaitu ureum, mikroalbumin urin, dan kreatinin urin untuk tes fungsi ginjal, sehingga diketahui adanya risiko nefropati diabetik. Daftar Pustaka 1. Anggun, 2012. Hubungan Dislipedimia dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. 2. Arsono, Soni. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Universitas Diponegoro. Semarang. 3. David C end Dugdale. Creatinine blood from https// Gov /Medlineplus/ency/article/ Tanggal 3 Januari 2019. 4. Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 702, 1003. 5. Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta Aditya Media. 6. Guyton and Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta EGC. 7. I Gusti Ayu Putu Widia Satia Padma, dkk. 2017. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 5, No. 2, Desember 2017 111 Hlm. 107 – 11. 8. Kara A. Renal function. Clinical chemistry. 6th ed. Philadephia Wlters Kluwer;2012. 9. Kartika, .2006. Dinamika emosi kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus. Journal. Universitas Gajah Mada. 10. Kee JL., 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik Cetakan I Edisi 6. Jakarta ECG. 11. Maulina, Sri Septi. 2016. Korelasi antara Kadar Glukosa Darah dengan Kadar Kreatinin Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rsud Surakarta. Tugas Akhir Universitas Setia Budi Surakarta. 12. McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department Acute Care of Diabetes Patients. Clinical Diabetes. 13. Notoatmodjo,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta. 14. Nugraha, Gilang 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Jakarta CV Trans Info Medika. 15. Perkeni, 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2006, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta. 16. Rinda A. 2015. Pengaruh konsentrasi asam pikrat pada penentuan kreatinin menggunakan sequential injection analysis. Jurnal Kimia. 12 587 – 591. 17. Depkes, 2008. Riset kesehatan dasar RISKESDAS 2007. Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 18. Rochmah, Diabetes melitus pada Usia Lanjut. InSudoyo dkk ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 19. Sacher, Ronald A dan Richard A. McPherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Alih bahasa Brahm dan Dewi Wulandari. Jakarta EGC. 20. Sacher, A Ronald. 2012. Tinjauan Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta EGC. 21. Sari, Putri Noviana. 2019. Gambaran Kadar Kreatinin pada Serum Deproteinasi dan Non - Deproteinasi dengan Metode Jaffe Reaction. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta. 22. Soegondo, Sidartawan, Pradana Soewondo, Imam Subekti, ed. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta Balai Penerbit FKUI; 2004. 23. Soewondo P, 2009., Buku Ajar Penyakit Dalam Insulin Koma Hiperosmolar Hiperglikemik non Ketotik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta FK UI pp. 1913. 24. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung Alfabeta. 25. Stevens LA, Coresh J, Greene T, Levey AS. Assesing kidney function-measured and estimated glomerular filtration rate. N Engl J Med. 2006;3542473-83. ISSN 2746-7430 PUINOVAKESMAS 93 No. 2, November 2020, pp. 84 – 93 Cahyani Tingkat HbA1c dengan tingkat kreatinin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 26. Sivasubramanian, V., Jetty, K. and Kumar, 2019. Correlation of HbA1c with urinary ACR, serum creatinine and eGFR in type-2 diabetes mellitus at Puducherry, South India. International Journal of Research in Medical Sciences, 75, ResearchGate has not been able to resolve any citations for this SivasubramanianKarthik JettyS. Senthil KumarBackground Diabetes Mellitus DM is a major emerging clinical health problem in this world. Anemia is a common problem in diabetes. Type 2 DM comprises about 90% of diabetic population of any A cross-sectional study carried out among 125 type 2 diabetic mellitus patients’ area at Department of Medicine Aarupadai Veedu Medical college AVMC and hospital, Puducherry during the period from May 2018 to October objectives of the study were to evaluate the association of HbA1c with urinary ACR, eGFR and serum creatinine in Type 2 diabetes mellitus. Data was analyzed using the SPSS version The randomly selected study group comprised 100 type 2 DM patients and 25 control peoples of 35-70 years of age. Type 2 DM patients were evaluated of HbA1c, normotensives or hypertensives. FBS, serum creatinine, urinary albumin and creatinine were estimated. Urinary ACR and eGFR and were calculated. The data result was expressed as mean and standard deviation. A probability value is less than and it was considered statistically Type 2 diabetes mellitus patients, HbA1c and duration of diabetes were the strongest predictors of micro albuminuria and age was the strongest predictors of a low eGFR. The diabetes was poorly controlled, making the progression to end stage renal failure in concern patients. They measure the prevention of urinary albumin excretion, development of renal abrasion, smoking termination, strict glycaemic control and initiating lipid lowering therapy. Candace McnaughtonWesley H. SelfCorey M SlovisIN BRIEF This article reviews the most common and immediately life-threatening diabetes-related conditions seen in hospital emergency departments diabetic ketoacidosis, hyperglycemic hyperosmolar state, and hypoglycemia. It also addresses the evaluation of patients with hyperglycemia and no previous diagnosis of the coming years, estimates of the glomerular filtration rate GFR may replace the measurement of serum creatinine as the primary tool for the assessment of kidney function. Indeed, many clinical laboratories already report estimated GFR values whenever serum creatinine is measured. This review considers current methods of measuring GFR and GFR-estimating equations and their strengths and weaknesses as applied to chronic kidney Dislipedimia dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang Fakultas KedokteranAnggunAnggun, 2012. Hubungan Dislipedimia dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Semarang Fakultas Kedokteran, Universitas Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal TerminalSoni ArsonoArsono, Soni. 2005. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Resiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Universitas Diponegoro. C End DugdaleDavid C end Dugdale. Creatinine blood from https// Gov /Medlineplus/ency/article/ Tanggal 3 Januari Kedokteran Dorland edisi 31W A DorlandNewmanDorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 702, J CorwinElizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta Aditya C GuytonJ E HallGuyton and Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta Kadar Kreatinin Serum pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah DenpasarDkk I Gusti Ayu Putu Widia Satia PadmaI Gusti Ayu Putu Widia Satia Padma, dkk. 2017. Gambaran Kadar Kreatinin Serum pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 -1159, Vol. 5, No. 2, Desember 2017 111 Hlm. 107 -11.penelitiankami sesuai dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan kadar kreatinin dan urea plasma pada pasien diabetes dapat mengindikasikan adanya masalah pra-ginjal. Hiperglikemi menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan ekskresi albumin dalam filtrat glomerulus. Setiap orang memiliki tingkat normal kreatinin yang berbeda-beda, tergantung berat badan, massa otot, usia, dan jenis kelamin. Umumnya tingkat normal kreatinin pada pria sekitar 0,6 sampai 1,2 mg/dl. Sementara tingkat normal kreatinin pada wanita sekitar 0,5 sampai 1,1 mg/dl. Untuk mengetahui tingkat kreatinin di dalam tubuh, dokter akan merekomendasikan uji kreatinin lewat tes darah tes kreatinin serum untuk mengukur kadar kreatinin dalam darah dan tes urin untuk mengukur jumlah kreatinin dalam urin. Uji kreatinin umum digunakan untuk mendiagnosis penurunan fungsi ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan tubuh per harinya seharusnya cenderung stabil jika fungsi penyaringan ginjal berjalan baik. Namun, kadar kreatinin umum mengalami sedikit perubahan dalam satu hari; terendah pada pukul 7 pagi dan tertinggi pada pukul 7 malam. Lalu, apa artinya jika hasil uji kreatinin rendah? Hasil uji kreatinin rendah dapat menandakan sejumlah kondisi. Beberapa termasuk perubahan tubuh yang wajar dan alami, sementara yang lain mungkin membutuhkan perhatian medis lanjutan. Beberapa kemungkinan kondisi yang bisa menyebabkan kadar kreatinin rendah dalam tubuh adalah 1. Penyusutan massa otot distrofi otot Penyusutan massa otot umumnya merupakan perubahan tubuh alami seiring bertambahnya usia. Namun, masalah ini juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan yang disebut distrofi otot. Distrofi otot adalah mutasi genetik yang mengakibatkan hilangnya massa otot secara progresif sehingga membuat otot makin lama semakin lemah. Seseorang pengidap distrofi otot bisa tidak memiliki otot sama sekali pada stadium akhir penyakit ini. Selain kadar kreatin yang rendah, pengidap distrofi otot juga akan merasakan gejala seperti kelemahan, nyeri, dan kekakuan pada ototnya yang membuat sulit untuk bergerak bebas. 2. Penyakit hati Kreatinin diproduksi di dalam hati. Ketika fungsi hati Anda terganggu, misalnya akibat penyakit hati kronis, produksi kreatinin bisa menurun sampai 50 persen. Gejala utama yang ditimbulkan dari kerusakan hati adalah perut sakit dan membengkak, penyakit kuning putih mata, kuku, dan kulit menguning, serta feses berwarna pucat dan berdarah. 3. Hamil Selain karena penyakit, jika Anda perempuan usia subur hasil uji kreatinin yang rendah bisa menandakan bahwa jika Anda sedang hamil. Kadar kreatinin akan menurun secara alami, dan akan kembali normal setelah melahirkan. 4. Sedang menjalani diet Kadar kreatinin rendah dalam tubuh juga bisa berarti Anda seorang vegetarian, atau sedang menjalani pola diet tinggi serat yang kaya buah dan sayuran. Vegetarian cenderung memiliki kadar kreatinin yang lebih rendah dibanding orang yang makan daging. Pasalnya, kreatinin akan cenderung tinggi setelah mengonsumsi sumber protein hewani dalam porsi besar. Jika hasil uji kreatinin Anda rendah, dokter akan menyarankan Anda melakukan tes lanjutan, seperti biopsi otot atau tes enzim otot untuk memeriksa kemungkinan kerusakan otot serta tes fungsi hati. 1 Range kadar trigliserida pada pasien diabetes melitus tipe 2 dari yang terendah sampai dengan tertinggi yaitu 51-920 mg/dl, mayoritas pasien diabetes melitus tipe 2 dengan hipertrigliseridemia adalah laki-laki dan kreatinin pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kadar kreatinin DAFTAR PUSTAKA Hasdianah, 2012. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta Nuha Medika Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI Tahun 2013 Price, dan Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol 2. Jakarta EGC Mahara, 2016. Hubungan Kadar Kreatinin Serum Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud Dr. Sayidiman Kabupaten diakses tanggal 22 November 2016. Pratama, 2013. Korelasi Lama Diabetes Melitus Terhadap Kejadian Nefropati Diabetika Studi Kasus di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang. Jurnal Media Medika Muda 11-7 Guyton, dan Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta EGC Smeltzer, 2014. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12. Jakarta EGC Alfonso, A A., Mongan, dan Memah. 2016. Gambaran Kadar Kreatinin Serum Pada Pasien Penyakit Ginjal KronikStadium 5 Non Dialisis. Jurnal e-Biomedik 41 178-183 Rehman G., Khan, dan Hamayun M. 2008. Studies on diabetic nephropathy and secondary diseases in type 2 diabetes. Int. J. Diab. Dev. Ctries 25 25-29. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Cetakan Kedua. Jakarta Rineka Cipta. Ramadhan, N., dan N. Marissa. 2015. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hba1c Di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. SEL 22 49-56. Launteria, M. 2009. Faktor yang Berhubungan denganPengendalian Gula Darah padaPenderita Diabetes Mellitusdi Perkotaan Indonesia. Maj Kedokt Indon 599 418-423. Betteng, R., D. Pangemanan, dan N. Mayulu. 2014. Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Dipuskesmas Wawonasa. Jurnal e-Biomedik eBM 22 404-412. Amira, N., K. Pandelaki, S. Palar. 2013. Hubungan Tekanan Darah Dan Lama Menderita Diabetes Dengan Laju Filtrasi Glomerulus Pada Subjek Diabetes Melitus Tipe 2 [skripsi]. Manado Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi. Pabateh, E., S. Efendi, dan A. Ayumar. 2015. Perbedaan Kadar Kreatinin Serum Dengan Kadar Gula Darah Yang Terkontrol Dan Tidak Terkontrol Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Tk II Pelamonia Makassar [skripsi]. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan STIK Makasar. American Diabetes Association 2010. Position statement Standards of Medical Care in Diabetes 2010. Diab Care 33 Rehman G., Khan, dan Hamayun M. 2008. Studies on diabetic nephropathy and secondary diseases in type 2 diabetes. Int. J. Diab. Dev. Ctries 25 25-29. Prayuda, R. 2016. Hubungan Kadar Kreatinin Serum Dengan Mikroalbuminuria Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Di Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. diakses tanggal 22 November 2016 Suryawan, 2016. Gambaran Ureum dan Kreatinin Serum Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Menjalani Jadwal Hemodialisa di RSUD Sanjiwani Gianyar. Meditory 42 145-153. Dabla, 2010. Renal Function in Diabetic Nephropathy. World Journal of Diabetes 12 48-56. Sahid, QAU. 2012. Hubungan Lama Diabetes Melitus Dengan Terjadinya Gagal Ginjal Terminal Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Saranya, M. dan Nithiya T. 2015. Evaluation of Relationship Between Renal Abnormalities and Dyslipidemia on Type 2 Diabetes mellitus. WJPPS. 4823-33 kadargula darah puasa pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Sayidiman Kabupaten Magetan diperoleh r sebesar 0.741 dimana korelasinya bersifat positif. Artinya semakin besar kadar gula darah puasa semakin besar kadar kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2. Pada hasil analisis terlihat bahwa p (sig) sebesar Diabetes mellitus DM adalah penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia. Tingginya kadar glukosa yang tidak terkontrol pada penderita DM dapat menyebabkan nefropati diabetic. Peningkatan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu indikasi adanya penurunan fungsi ginjal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar kreatinin dan hubungan antara kadar glukosa dengan kreatinin pada penderita Diabetes mellitus di laboratorium klinik Citra Lab Wonosari. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di laboratorium Klinik Citra Lab Wonosari pada tahun 2020. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 100 pasien DM sebesar 34% pasien laki-laki memiliki kadar kreatinin normal dengan rerata kadar mg/dL sedangkan 24% memiliki kadar kreatinin tinggi dengan rerata kadar sebesar mg/dL. Sebanyak 26% pasien DM perempuan memiliki kadar kreatinin normal, dengan rerata kadar mg/dL, dan 12% memiliki kadar kreatinin tinggi dengan rerata kadar mg/dL. memiliki kadar kreatinin normal. Uji Spearman Rank menunjukan korelasi rendah r= antara kadar glukosa dan kadar kreatinin pada penderita DM di laboratorium klinik Citra Lab Wonosari. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this kidney disease DKD is a major cause of morbidity and mortality in patients with diabetes mellitus and the leading cause of end-stage renal disease in the world. The most characteristic marker of DKD is albuminuria, which is associated with renal disease progression and cardiovascular events. Renal hemodynamics changes, oxidative stress, inflammation, hypoxia and overactive renin-angiotensin-aldosterone system RAAS are involved in the pathogenesis of DKD, and renal fibrosis plays the key role. Intensified multifactorial interventions, including RAAS blockades, blood pressure and glucose control, and quitting smoking, help to prevent DKD development and progression. In recent years, novel agents are applied for preventing DKD development and progression, including new types of glucose-lowering agents, pentoxifylline, vitamin D analog paricalcitol, pyridoxamine, ruboxistaurin, soludexide, Janus kinase inhibitors and nonsteroidal minerocorticoid receptor antagonists. In this review, recent large studies about DKD are also complications of diabetes mellitus have a significant role in increasing morbidity, mortality, disability, and health cost. In the outpatient setting, the availability of data regarding to the chronic complications of type 2 diabetes is useful for evaluation of prevention, education, and patient’s treatment. This study aimed to describe the characteristic of type 2 diabetes chronic complications in outpatient diabetes A cross-sectional study was done using 155 patients in Outpatient Diabetes Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM, Jakarta in 2010. Secondary data were used from medical record based on history taking, physical examination, diabetic foot assessment, laboratory, neurologic, cardiology, opthalmology, ankle brachial index, and electrography of the patients. Characteristic profiles of the subjects, prevalence of the chronic complications, and its association with diabetes risk factors, such as glycemic control using HbA1c, fasting blood glucose, duration of diabetes, and LDL cholesterol were analyzed using chi square Among 155 subjects participated in the study, most of them were women 59% and elderly 46%. The prevalence of diabetes chronic complications was 69% from all subjects. These chronic complications included microangiopathy, macroangiopathy and mixed complications, with prevalence of 56%, 7% and 27% respectively. Microangiopathy included nephropathy 2%, retinopathy 7%, neuropathy 38% and mixed complications 53%. Macroangiopathy included coronary heart disease 46%, peripheral arterial disease 19%, stroke 18%, and mixed complication 17%. From the analysis, we found significant association between duration of diabetes and diabetic neuropathy p = Prevalence of diabetes chronic complications in Outpatient Diabetes Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital, mainly dominated by microvascular-related complications including nephropathy, retinopathy, neuropathy and mixed complications. There was statistical significance between diabetes duration and diabetic Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana TerkiniS NdrahaNdraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. . 262 263 163 473 352 258 74 274